MEMEROLEH PUTRA KEBAHAGIAAN

pemndanganKebahagiaan sebagai tujuan inti kehidupan manusia, karena tujuan maka kebahagiaan juga hasil yang dicapai oleh orang-orang yang beruntung. Anda tahu orang berjuang di medan kehidupan ini tak ada lain tujuan yang melekat pada dirinya kecuali kebahagiaan. Apakah mereka petani, guru, kontraktor, pejabat, bahkan koruptor, jika ditanya apa yang menjadi tujuan mereka, pasti mereka akan mengutarakan “kebahagiaan” sebagai tujuan hidupnya.

Di tengah orang berjuang mendulang kebahagiaan, tak sedikit orang yang salah menempuh jalan menuju kebahagiaan. Mereka mengira, dengan menambang banyak harta duniawi, orang akan bisa mewujudkan kebahagiaan yang hakiki. Ada juga yang mempersepsi, melalui jabatan yang berkelas dan prestise, dia akan bisa menemukan kebahagiaan. Ada juga yang berpikiran, dengan menikahi banyak perempuan, sehingga bisa menyalurkan dengan bebas hasrat seksualnya, dia mengira bisa mereguk kebahagiaan.

Pahamilah saudaraku, kebahagiaan lebih cenderung bersifat lembut, immaterial, sehingga hal yang bersifat kasatmata tidak bisa dijadikan jaminan untuk memasokkan kebahagiaan dalam batin Anda. Tak jarang, kita mendapati berita, orang kaya tertimpuk dalam frustasi dan bahkan berujung pada bunuh diri. Anda bisa merakit kebahagiaan dengan memadukan nilai-nilai yang datang dari langit. Andaikan kebahagiaan itu sebagai “putra” yang dilahirkan dalam kehidupan manusia, maka memerlukan adanya pasangan yang bisa bersinergi sehingga bisa melahirkan kebahagiaan tersebut. Apa pasangan nilai yang harus diramu dalam upaya meraih kebahagiaan?

Pertama, jujur. Menampilkan kemurnian diri akan lebih menjamin ketenangan pribadi manusia, ketimbang orang berbalutkan kepura-puraan. Anda bisa mendapati bagaimana perilaku kehidupan orang desa dulu yang hidup apa adanya, dan selalu menegakkan kejujuran dalam aktivitas sehari-hari. Orang yang bersikap jujur berarti membiarkan dirinya dikendalikan oleh  kemurnian batinnya. Orang yang telah bergerak dengan kemurnian batin, akan selalu berada dalam kebahagiaan. Ya, hanya orang yang mengikuti panggilan jiwa yang akan selalu bisa mereguk kebahagiaan yang hakiki.

Jujur sebagai media untuk menanam, sebagaimana perempuan sebagai media untuk menanamkan bibit unggul. Apa pun yang ditanam di medan kejujuran, insya Allah akan tumbuh dengan kukuh, dan berbuah lezat. Akan tetapi, kalau orang menanam dalam kedustaan, kendati terlihat cepat mengalami pertumbuhan, sejatinya akan rapuh dan masaknya juga tidak lezat.

Jujur juga ibarat wadah, walau pun minum yang hendak dituangkan ke dalam wadah itu amatlah lezat, tetapi kalau wadahnya kotor, maka akan membuat minuman juga bakal terkena kotor, dan akhirnya akan terasa tidak enak diminum. Bersihkan wadah batin Anda dengan terus menjaga kejujuran. Jika Anda berdusta, berarti Anda telah mengotori nurani Anda dengan hal kotor. Mungkinkah orang bahagia jika hatinya kotor?

Kedua, keikhlasan. Ikhlas seperti ayah yang menanamkan biji di tanah. Kalau biji bagus dan ditanam di medan yang subur (jujur), insya Allah akan bertumbuh pesat, dan mudah berbuah. Orang ikhlas tidak punya kepentingan apa-apa  kecuali kebenaran. Ya, kepentingan orang jujur adalah kebenaran. Dia akan selalu merasakan kenikmatan tatkala berdekatan dengan kebenaran.

Bagi siapapun yang berlaku ikhlas tidak akan mudah terserang virus, karena ikhlas sendiri adalah kemurnian yang dirindukan oleh setiap insan. Mengapa ikhlas sulit terserang virus, karena ikhlas itu menjadikan manusia selalu terpaut dengan Allah SWT, pemegang otoritas kebenaran. Dia telah menjadikan Allah sebagai poros satu-satunya. Kalau Allah yang dijadikan tujuan, masihkah manusia terjebak dalam kekecewaan? Orang yang hanya berharap pada Allah tidak akan pernah menenggak kecewa. Siapa yang berharap pada Allah semata-mata secara fokus, dia akan selalu mereguk kepuasan.  Ikhlas tidak akan membuat orang tersakiti, bukankah hanya yang berharap pada selain-Nya yang gampang tertindih rasa sakit.

Ikhlas selalu menjalani proses karena Allah, sehingga dia bakal selalu dijaga kebahagiaannya. Ikhlas berangkat dari kesadaran bahwa hanya Allah yang layak dijadikan tempat bersandar. Makanya, orang yang belum menyandarkan diri pada Allah—tawakkal—tidak akan pernah bisa menyerap ahwal ikhlas ini.

Ketiga, cinta. Jujur dan ikhlas akan berproses dalam cinta. Selain memang jujur dan ikhlas dilahirkan dari cinta. Kalau Anda mencintai seseorang, pastilah selalu bersikap jujur dan ikhlas. Jujur dalam artian tidak mau bersikap dusta, apalagi mengkhianati orang yang kita cintai, dan ikhlas memperlakukan orang yang kita cintai, ya tidak ada dibalik perjuangan yang dilakukan kecuali hanya untuk cinta itu sendiri.

Melalui rahim cinta itulah, jujur dan ikhlas diproses sehingga mencapai pertumbuhan dan kematangan, untuk kemudian pada saatnya akan melahirkan putra yang disebut kebahagiaan. Kita harus terus melakukan penjelajahan demi bisa mendulang kebahagiaan yang abadi dan hakiki. Insya Allah.

Khalili Anwar, Penutur dari Jalan Cahaya

Leave a comment